Kebelakangan nih, kita tidak putus-putus dikunjungi berita kasih sayang daripada Allah swt. Kadang-kadang ia berupa nikmat ukhuwah yang sukar ditemui walaupun kita merentas lautan berapi. Namun begitu, kadang-kadang ia juga berupa ujian berat yang seakan-akan amat sukar untuk kita lalui.
Tapi, lupakah kita kemulian, kesenangan, kesusahan dan keperitan hidup ini, semuanya adalah dari Allah. Nikmat kesenangan tidak bermakna Allah telah memuliakan kita dan cabaran keperitan hidup tidak pula bermakna Allah telah menghinakan kita.
Namun, kadang-kadang, kita sering lupa…
Kadang-kadang, ayat Quran yang pernah bergema di gegendang telinga kita seakan-akan tidak pernah didengari apabila kita sedang menghadapi musibah di dalam hidup ini..
“Maka, adapun manusia, apabila Tuhan mengujinya lalu memuliakannya, dan memberikannya kesenangan, maka dia berkata, “Tuhanku telah menghinaku. Namun apabila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata, “Tuhanku telah menghinaku”.
( Al fajr : 15-16)
Bersabarlah wahai adik-adikku, inshaAllah segala kesulitan hidup yang kita lalui sama-sama pada hari ini, pasti akan membuahkan hasil yang amat lumayan pada hari muka nanti, dan pada hari itu, kita akan pasti amat bersyukur kepada Allah swt atas segala pemberianNya.
Kesusahan kita pada hari ini, kalau kita bandingkan dengan saudara kita di bumi suci Palestin, ataupun dengan keadaan Nabi dan para sahabat suatu ketika dahulu, pasti kita akan segera tunduk malu dan cepat-cepat menyorokkan muka kita apabila bertemu mereka di akhirat kelak.
Kita, pada hari ini, ujiannya hanyalah berupa.. masa lapang, study kita, masa rehat kita, masalah ukhuwah sesama kita, kerjaya, harta, duit biasiswa dan etc..
Namun, saudara Palestin kita, ujiannya, subhanalllah, pilihan antara hidup atau mati, seksaan tali barut yahudi, memikirkan adakah akan ada peluang untuk mereka hidup sesaat lagih, dan etc..
Nabi, dan para sahabat pula………..
Semua ujian ini pasti akan gagal kita hadapi, kalau kita masih lagih tidak hidup berpaksikan Islam yang sebenar dan juga dakwah ini.
Semua ujian ini pasti akan gagal kita hadapi, kalau kepentingan diri masih lagih utama daripada kerja untuk Ilahi.
Katakanlah, “Jika bapa-bapamu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, isteri-isterimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai dari pada Allah dan RasulNya serta berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusanNya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik
(At-Taubah, 9:24)
Semua ujian ini pasti akan gagal kita hadapi, kalau kita masih lagi bermain-main dengan jahiliah di dalam diri.
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu”
(Al-Baqarah : 208)
Semua ujian ini pasti akan gagal kita lalui kalau tiada sifat husnuzhon di dalam diri kita terhadap ikhwah-ikhwah kita sendiri.
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari sangkaan (supaya kamu tidak menyangka sangkaan yang dilarang) kerana sesungguhnya sebahagian dari sangkaan itu adalah dosa dan janganlah kamu mengintip atau mencari-cari kesalahan dan keaiban orang dan janganlah setengah kamu mengumpat setengahnya yang lain. Adakah seseorang dari kamu suka memakan daging saudaranya yang telah mati? (Jika demikian keadaan mengumpat) maka sudah tentu kamu jijik kepadanya. (Oleh itu, patuhilah larangan-larangan yang tersebut) dan bertakwalah kamu kepada Allah; sesungguhnya Allah Penerima taubat, lagi Maha mengasihani.”
(Al-Hujuraat : 12)
Barangsiapa mengintai-intai keburukan saudaranya semuslim, maka Allah akan mengintai-intai keburukannya. Barangsiapa diintai keburukannya oleh Allah, maka Allah akan mengungkitnya (membongkarnya) walaupun dia melakukan itu di dalam (tengah-tengah) rumahnya”.
(H.R. Ahmad)
“(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah benar”.
(An- Nur : 5)
Perumpamaan orang-orang beriman di dalam kecintaan, kasih sayang dan hubungan kekerabatan mereka adalah bagaikan satu tubuh badan. Bilamana salah satu anggotanya mengadu sakit, maka seluruh tubuhnya akan merasakan demam dan tidak bisa tidur.
“Seorang mukmin bagi mukmin yang lain ibarat satu bangunan yang saling menguatkan antara satu dengan yang lainnya. Kemudian Rasulullah menggenggam jari-jemarinya.”
(Bukhari & Muslim)
Dan semua ini pasti akan gagal kita hadapi, kalau kita tiada cahaya kesabaran di dalam diri.
Kesabaran yang elok ialah kesabaran yang tenang tenteram, kesabaran yang tidak disertai perasaan marah-marah dan gelisah dan tidak pula disertai rasa ragu-ragu terhadap kebenaran janji Allah. Kesabaran orang yang yakin terhadap akibat-akibat, kesabaran orang yang rela dengan takdir Allah, kesabaran orang yang menyedari hikmat disebalik ujian Allah dan kesabaran orang yang sentiasa berhubung dengan Allah dan mencari pahala disisiNya dari apa sahaja kesusahan yang menimpa dirinya.
Inilah warna kesabaran yang wajar dipunyai penda’wah, kerana da’wah ini adalah da’wah Allah dan kepada Allah. Dia tidak mempunyai sesuatu habuan dalam da’wah itu dan tidak mempunyai apa tujuan peribadi dari da’wah itu. Segala kesusahan yang ditempuhi dalam perjuangan da’wah itu adalah untuk sabilullah dan segala yang berlaku kepadanya dalam perjuangan da’wah adalah dari urusan Allah. Oleh itu, kesabaran yang tenang adalah sesuai dengan hakikat ini dan sesuai dengan kesedaran yang dirasakan dalam hati nurani.
(Syed Qutb, Fi Zilal Quran)
***********************************************
“Fasbir sabrn jameela”
“Oleh itu, sabarlah dengan kesabaran yang elok”
(Al-Ma’aarij, 70:5)
Leave a comment